24/02/23

Peran

Bahwa yang kutakutkan ialah kamu yang tiba-tiba pergi, sedang hati telah sepenuhnya terpaut. Bahwa yang kukhawatirkan ialah kita yang harus saling melepas, sedang masing-masing kita masih belum benar-benar ikhlas.

Dalam harapan-harapanku, tak ada, selain berserah. Allah punya kuasa. Semoga kita selalu dalam lindungan-Nya. Kapan pun, di mana pun.

Dalam suasana yang paling mendukung untuk memilih putus asa sebagai jalan utama, aku selalu diingatkan untuk mengembalikan niat yang sudah jauh dari jalur seharusnya. Hingga suatu ketika aku bisa berpikir bahwa jatuh cinta tak terletak pada persoalan kamu yang terpesona dengan segala yang ada pada dirinya tepat di pandangan pertama, namun ada pada perjalananmu yang kemudian terus-menerus membiasakan diri dengannya.

Lalu suatu ketika, aku memberanikan diri berkata padamu,

“Maukah kamu jadi bagian dari hidupku?”



05/04/21

Tentang "Skenario Ruang Waktu"

Kebohongan hari ini: Aku berpura-pura tidak sedang jatuh cinta. 

Kata orang, jatuh cinta ialah anomali. Titik kritis yang kemudian membuat semuanya berubah. Luka jadi semacam candu nan aditif untuk ingin diulang lagi dan lagi. Hari- hari dengan perasaan campur aduk jadi sejenis batang pohon yang di dalamnya mengalir air-air kehidupan. Tepatnya perasaan itu membuatmu lebih hidup. Semua indah. Termasuk rindu yang makin hari makin tumbuh, bak dedaunan yang melekat erat pada ranting-ranting. Menyibakmu, membuatmu melayang, tumbuh, kadang berguguran. Rindu selabil itu, ya?

“Skenario Ruang Waktu” adalah kumpulan cerita dan prosa yang berisi kronologi hubungan seseorang dengan satu sosok istimewa yang pada akhirnya berakhir bahagia. Diawali dengan perjuangan yang benar-benar nyaris menyisakan putus asa, dengan hari-hari yang semakin sulit, namun berbekal kekuatan dan keberanian, akhirnya kebersamaan itu datang dalam sebuah ikatan pernikahan. Selain prosa, kutipan-kutipan singkat di dalamnya juga semakin membuat isi buku ini menarik.

Kalau raga harus menua, tahun-tahun harus terlewati semua. Bahkan, jika salah satu dari kita harus lebih dulu tiada, kuharap perasaan tetap sama. Ada dalam dada, sanubari yang tak lekang oleh usia.

Sampai detik di mana prosa ini rampung kutulis dan kemudian berhasil dibaca olehmu, aku masih tetap menaruh harap dan perasaan padamu. Aku bersyukur telah menemukanmu, kemudian hidup bersamamu hingga saat ini. Aku tahu, kita tak kemudian piawai menghadapi hari-hari ke depan. Namun berbekal kemauan untuk terus mau belajar, kita yakin untuk benar-benar mampu melakukannya.

Rindu telah menemukan tuannya. Jadi cangkir berisi teh hangat pagi hari. Jadi dua doa yang senantiasa menguatkan. Jadi dua semangat yang memilih satu. Dua gelas kosong telah perlahan saling mengisi satu sama lain. Dengan kebaikan. Dengan syukur. Dengan kesabaran yang tak mau tahu batasnya ada di mana. 
Terima kasih telah menjadikan buku ini ada di dekatmu. Kamu baca, atau kamu berikan pada seorang terbaik dalam hidupmu, atau bahkan kamu jadikan bingkisan indah untuk karibmu. Semoga selalu punya sisi manfaat. 

Ingat, jatuh cinta berhak untuk bahagia. 


Tentang "Skenario Ruang Waktu":
Penulis: Ikrom Mustofa Penerbit: Mediakita, 2021 Halaman: iv +142 hlm Ukuran Buku: 13 x 19 cm

Tentang Penulis:
Ikrom Mustofa lahir di Kampar, 6 Oktober 1993. Alumni Institut Pertanian Bogor, jurusan Geofisika Meteorologi. Menyelesaikan pendidikan Master di Wageningen University & Research, Belanda dengan jurusan Ilmu Lingkungan dan studi bencana. Cita-citanya adalah menjadi Profesor dalam bidang perubahan iklim dan bencana alam yang juga memiliki hobi menulis sastra. Menikah dengan Exma Mu’tatal Hikmah pada 22 Maret 2019. Buku-buku sastra yang sudah ditulis adalah Sebuah Warna (2014), Sajak-Sajak Bianglala (2016), dan Dalam Sketsa (2018). Karya-karyanya juga dapat ditemui di www. ikrommustofa.com, instagram @ikrommustofa, dan page facebook Ikrom Mustofa. 


24/03/21

Jatuh

 


Kepada segala tabah yang telah ada sejak lama, terima kasih untuk selalu bersama sejak pertama kita jumpa. Walau sempat patah, setidaknya kita tak lagi memilih lengah. Kepada kesabaran yang menggunung jadi rindu, kemudian melaut jadi doa, sekarang menepi, jadi kita yang berjalan beriringan dan bersama-sama.

Aku tak punya banyak cara, bahkan untuk mengungkapkan segala rupa rasa dalam dada. Berbait-bait puisi barangkali telah lama mati suri, tinggal satu-dua helai kata yang memilih residu, namun sulit kubebaskan padamu. Diam ialah senjata terampuh untuk selalu menerimamu.

Diam ialah cara terbaik untuk membuatmu lebih dalam mengenaliku.

Namun percayalah, jatuh hati padamu telah menjelma lembah, mengisi celah-celah tanah, dan kini tengah berupaya untuk selalu meneguhkan arah. Jatuh hati padamu telah sepenuhnya cair. Mengalir, menjadi oase, menjadi pertahanan terbaik.


-Ikrom Mustofa-

18/03/21

Rumah


Kata-kata—yang kuyakini sampai detik ini—telah sepenuhnya memilih diam. Sedang kita hampir kehilangan bahan pembicaraan. Hingga akhirnya, aku menemuimu sebagai satu orang baru. Kemudian perlahan, kamu tepat mengisi ruang kosong di segenap perasaanku.

Barangkali aku ialah satu kalimat yang belum tuntas. Dan kamu ialah panca indra yang tak pernah memutuskan lepas. Barangkali kamu ialah laut yang memilih biru. Dan aku ialah angin yang menderu ombak. Barangkali langit ialah doa-doa. Dan kita ialah bumi, rumah segala diksi.

Andai kosakata memilih pergi, tetaplah bersamaku di sini.


-Ikrom Mustofa-


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...